Terdengar alunan musik di telingaku. Aku mencari dimana suara itu
berasal. Alunan lagu itu bukan alunan alat musik, melainkan alunan nyanyian
yang keluar dari mulut seseorang, tapi siapakah yang menyanyi? Aku rasa, di
sekitar rumahku, tak ada yang mampu mengalunkan lagu sebagus itu. Aku rasa, lebih
baik aku coba keluar rumah dan mencari darimana suara itu berasal.
“Dengarkanlah kata hatiku, bahwa
ku ingin untuk tetap disini…… Tak perlulah aku keliling dunia biarkan ku
disini…..”
Alunan lagu itu semakin melekat dalam telingaku, entah siapa yang
menyanyikannya. Setelah kutelusuri, aku mengetahui darimana suara itu berasal,
tak kusangka, rupanya suara itu adalah suara tetanggaku yang sekaligus teman
sekelasku, Mody. Namanya merupakan sebuah singkatan, Harmoni dan Melody.
Tapi, tak kukira bahwa ia memiliki suara yang sangat bagus, padahal di sekolah
ia termasuk anak yang pendiam dan tertutup. Bahkan, jika ia disuruh guru untuk
membaca sebuah artikel, ia tidak mampu membacanya dengan jelas. Aku sebenarnya
tak pernah mendengarnya bernyanyi, baru kali ini. Aku rasa, aku butuh belajar
bernyanyi darinya.
“Aku bingung, mengapa aku tidak
dapat bernyanyi sebagus Mody. Padahal, nilaiku lebih tinggi darinya. Ah,
mungkin karena bukan bakatku. Besok, aku akan coba bicara padanya.” Kataku pada diriku sendiri di depan cermin.
*_______________*
“Mody, Tunggu!”
“ Pa… Pagi, Lily” sebenarnya namaku bukan Lily, tapi Citra Kally
Nandiatha, tapi Lily nama panggilanku, dari 2 huruf belakang nama Kally-ku.
“kamu tidak perlu gugup, Mod. Aku gak galak kok. Gak bakal aku gigit
juga kok. Hehehe”
“Ngomong-ngomong, ada apa ya, Lily?” Wah, gak kusangka, dia tersenyum.
“Kamu belajar nyanyi dari siapa?” Tanyaku padanya.
“…………” Dia tak menjawabku. “Mody, kamu kenapa? Kenapa Mod?”
“ Emm, ………. Aku… Aku tidak bisa nyanyi kok.”
Entah kenapa ia berbohong. Tapi, kalau aku maksa dia untuk jawab, nanti
dia makin diam. Lebih baik aku masuk kelas.
“Mody, aku masuk kelas dulu ya, daah”
“I... Iya Lily.” Ia menjawabku dengan ramah
*_______________*
Sore ini, aku harus mendengar alunan lagunya lagi. Aku benar-benar
bangga dengan bakatnya. Aku rasa, suaranya seperti membuatku terbang ke langit.
Astaga, aku jayus. Hahaha... Tunggu, rasanya, kemarin jam segini alunannya
sudah terdengar, tapi kenapa hening sekali disini? Hmm, daripada aku bosan
menunggu alunan itu keluar, lebih baik aku ke supermarket, beli buah apel
karena aku sedang ingin makan buah itu. Hehehe…
Sewaktu perjalanan pulang ku dri supermarket ke rumah, aku melihat
seseorang mirip Mody. Tapi, kalau dipikiri-pikir itu memang benar Mody. Yeaay!
Kesempatan emas. Bisa jalan bareng nih sama dia.
“Mody!”
“Ada apa Lily?”
“Mau gak kamu temani aku makan di rumah makan padang itu?”
“Baiklah”
Huh. Rumah makan ini panas banget! Aha! Mending Tanya Mody tentang
kemarin, semoga ia mau jawab.
“Kemarin, aku dengar kamu nyanyi loh. Suara kamu bagus banget! Kamu
belajar dari mana?”
“A… aku belajar dari ibuku. Dulu, ia seorang guru musik, tapi sekarang
sudah pensiun.”
Hmm, kesempatan nih untuk belajar!
“aku boleh belajar gak sama kamu? Aku mau bisa nyanyi soalnya.”
“Bo… Boleh aja sih, tapi……”
“Tapi apa?” Kataku tak sabar.
“Tapi aku keras loh, Ly kalau ngajar. Hehehe”
Apa??? Cewek pendiam ini keras kalau ngajar? Hmm, gak percaya sih, tapi
coba dulu deh.
“Gak apa kok Mod. Oh ya, kapan mulai belajarnya nih? Aku udah gak
sabar.”
“Besok jam 4 sore yah! Datang tepat waktu! Telat satu detik…. Emm, kamu
akan mendapat hukuman! Aku pulang dulu ya! Daah……”
Haaaaaah??? Serius??? Tadi itu Mody??? Kok galak amat sih? Waduh, gawat
nih nanti. O ow!
*_______________*
“Jam 15:58! Sip! Gak telat. Tapi, harus cepet-cepet masuk ke rumahnya
nih, kalau gak, tar aku malah dapat hukuman. Aduuuh, kayak bukan Mody.”
“5… 4... 3… 2…” Rupanya, cewek yang jago nyanyi ini menghitung
kedatanganku.
“Sampai!” huuft… capek banget naik tangga dari bawah.
“oke, hamper telat 1 detik! Sekarang, buka jendelanya dan minum air
itu!”
“ya ya ya… sudah haus aku gara-gara tangga rumah kamu yang tinggi
banget” aku mengatakan semuanya dengan ngos-ngosan.
“Cukup! Waktu kamu habis! Sekarang, kita mulai belajar tentang teori
musik!”
“Haah? Teori? Jadi, kita belajar teori? Bukan praktek?”
“mau langsung praktek?
“mau laah” aku langsung menjawab dengan tidak sabar
“oke, kalau gitu kamu berarti sudah ngerti musik. Kalau gitu, apa arti
musik? Musik jazz itu seperti apa? Seriosa itu yang seperti apa? Dan…”
“stop!!! Oke oke. Aku belum ngerti musik. Tapi, emangnya gak bisa ya
kalau langsung praktek, Mod?” Aku langsung memotong kata-kata Mody.
“enggak! Karena kamu belum mengerti musik!” ia berkata padaku sambil
tersenyum licik. Aku gak nyangka, rupanya Mody bisa galak dan disiplin seperti
itu. Apa aku akan kuat menjalani latihan dengannya?
“oke. Aku ikut mau kamu saja.”
Mody pun mulai menjelaskan segalanya tentang music yang ia ketahui. Banyak
sekali yang dikatakan oleh Mody hingga 40 menit, dan ketika semua kata-katanya
sudah selesai diucapkan, ia pun mengajakku latihan praktek. Ini yang kutunggu
dari tadi.
“keluarkan suaramu, pegang perutmu,rasakan dan keluarkan suaramu itu
dari mulut! Aaaaaaaaaa.”
“aaaaaaaa.”
“stop! Bukan begitu, tapi lebih bulat, aaaaaaaa”
“aaaaaaaaa.”
“ya begitu! Bagus! Lagu apa yang kamu suka? Coba kamu nyanyikan
penggalan lagunya!”
“Lagu over the rainbow. Somewhere
over the rainbow, way up high, there’s a land that I heard of once in a
lullaby. Somewhere over the rainbow, skies are blue, and the dreams that you
dream really do come true. Gimana? Bagus kan?” kataku sambil tertawa.
“maaf, sedikit fals.”
“ya, gak apa kok.” Aduuh, padahal dalam hatiku, aku kecewa, tapi mau
gimana lagi. Huh!
“Lily, aku rasa cukup untuk hari ini, tubuhmu sudah penuh keringat,
kita lanjutkan besok di jam yang sama. Tapi kalau kamu gak bisa datang tidak
apa, karena besok hari minggu. Mungkin saja kamu ada acara keluarga.”
“besok aku pasti datang. Kalau gitu, aku pulang dulu. Daah Mod.”
“daah. Jangan telat ya!”
“Yaa. Sampai nanti!” aku menjawabnya dalam jarak jauh sambil berlari
menuju rumah ku.
*_______________*
“aaaaaaaaaa” masih fals gak ya? Aduuh, Si Mody bener-bener deh, sesusah
ini ya latihannya? Hufft…… Jam 17.30! mandi deh, badanku sudah penuh keringat,
sehabis mandi, perutku akan kuisi dengan makanan yang banyak. Hahaha.
“Persahabatan bagai kepompong,
mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Persahabatan bagai kepompong, hal yang tak
mudah berubah jadi indah. Semua yang berlalu biarkan berlalu, seperti hangatnya
mentari, siang berganti malam, sembunyikan sinarnya, hingga ia bersinar lagi.” Di
kamar mandi pun, aku suka bernyanyi, walaupun aku tahu suaraku tak bagus. Tapi,
kata Mody, kalau aku niat untuk berlatih agar memiliki suara yang bagus,
dijamin bakat menyanyi akan keluar. Haa, sudah gak sabar punya suara bagus.
“Lily!!! Mandinya jangan lama-lama! Setelah mandi kamu langsung turun
ya, kita makan bersama!”
“Iya ma!”
“Nanananannanananna” sampai-sampai, setelah habis mandi pun aku masih
bersenandung.
“makan apa nih, Ma?”
“kamu kan bisa lihat sendiri di depan matamu itu!”
“Iya, iya. Ma, besok aku ke rumah Mody ya, Ma?”
“Besok?” mama bertanya seperti itu yang kesannya bahwa besok ada acara.
“Iya, Ma. Besok. Memangnya kenapa, Ma?”
“LIly, kamu lupa ya? besok itu Nenek ulang tahun, mana bisa kita tidak
kesana.”
“Oh, iya. Aku lupa, besok kan nenek ulang tahun. Aduuh, gimana nih?
Aah, nanti aku SMS dia aja deh. Maaf, Ma. Aku lupa. Nanti aku SMS Mody deh
kalau begitu.”
“Ya, sudah, sekarang kamu selesaikan makan mu, lalu kamu langsung SMS,
jangan sampai lupa!”
“Sip, Ma! Nih sudah selesai. Aku naik keatas dulu ya.”
“Lily, jangan lupa belajar! Jangan tidur malam-malam, Ly!”
“Ya, Ma!”
Mody, maaf. Besok aku
gak bisa ke rumah kamu, aku lupa kalau nenekku ulang tahun, jadi aku harus ke
rumah nenekku. Maaf ya.
Lily
Aku sudah SMS Mody, yaah tinggal tunggu jawaban sambil belajar.
Ngomong-ngomong besok ada ulangan gak ya? Emm, …………. Gak ada! Sip!
You have message!
SMS! Pasti dari Mody, oke aku lihat.
Ly, maaf yah waktu itu
aku udah buat kamu malu.
Diana
Rupanya Diana. Minta maaf sih minta maaf tapi itu sudah telat.
Menyebalkan. Ya sudahlah, aku balas saja. Lagipula, kenapa tidak Mody aja sih
yang SMS?
Iya, Na. Gak apa-apa
kok.
Lily
Duuh, mana sih SMS dari Mody? Lama banget sih! Tik tok, tik tok, tik tok. Detak jarum jam itu juga seperti sedang
menghitung lamanya SMS itu datang.
You have message!
Iya, Ly. Gak apa kok.
Tapi, hari selasa kamu latihan ya, tapi jam 3 sore. Oke? Hari senin aku gak
bisa.
Nih dia yang ditunggu, SMS dari Mody! Oke, aku bales SMS-nya.
Ok, Mod! Gak sabar nih……
^^
SMS udah, belajar udah, mandi udah, makan udah, napas selalu. Nah, yang
belum hanya satu, tidur! Sudah malam sih, tidur dulu deh, besok kan mau ke
rumah nenek.
“Good Night my pinky bear!” ucapku pada boneka kesayanganku
*_______________*
Kini, aku sudah pulang dari rumah nenek,
dan sekarang aku berada di sekolah. Oh ya, kemarin aku menemukan formulir
pendaftaran lomba menyanyi yang diadakan 2 hari lagi, tempatnya di Taman Sekar
Indah. Aku akan memberikan ini untuk Mody, aku akan mengajaknya mengikuti lomba
ini. Nah, itu dia Mody! “Mod! Aku punya ini nih buat kamu!” Mody melihat
formulir itu dan membacanya. Setelah membaca, ia berkata, “Ly, kamu ingin aku
ikut lomba ini ya?” Rupanya, Mody tahu yang aku pikirkan, aku pun mengangguk
penuh harap. Mody tersenyum, lalu mengatakan bahwa ia akan ikut lomba itu.
Tentu saja aku senang begitu mengetahui hal itu, aku langsung memeluk Mody dan
tertawa sambil mengucapkan terimakasih padanya.
Keesokan harinya, aku pergi ke rumah Mody
untuk memperhatikannya berlatih, aku tidak ikut latihan, sebab kali ini ia yang
akan menyambut peristiwa penting. “Ly, aku grogi nih. Gimana kalau besok aku
gak menang dan malah ditertawakan orang-orang disana?” tiba-tiba saja Mody
berkata seperti itu, tidak ada yang bisa kukatakan selain, “Jangan grogi dong,
kamu pasti bisa, Mod! Pasti deh! Berjuang! Aku dukung loh! Oh ya, aku gak
latihan kan?” ketika Mody mendengar itu, ia langsung tersenyum kepadaku dan
mengangguk. Aku jadi cengar-cengir deh. Tidak lama, aku pamit dari rumah Mody,
dan pulang ke rumah. Di rumah, aku memikirkan yang akan terjadi besok, aku jadi
gak sabar nih nunggu datangnya hari esok.
*_______________*
“Mod, Mody!” Kini aku berada di rumah Mody
untuk menjemputnya, namun ia masih tertidur pulas. Yah, itu tandanya, aku harus
membangunkan dia. Dan kini, aku tahu, bahwa Mody tuh susah banget bangun
tidurnya. Nih dari tadi aku udah coba bangunin dia dengan manggil secara halus,
guyur dia, mukulin panci, sampai segala cara yang di otak ku itu habis. Kalau
kayak gini, namanya harus teriak, “MODYYYYYYY!!!!!” Gubrak!? Oke! Barusan Mody
jatuh begitu mendengarku, dan ia langsung garuk-garuk kepala, melihat kearah ku, dan akhirnya melotot
sambil berkata, “Lily!! Kenapa sih?? Harus ya bangunin aku pakai teriak segala?
Manggil dengan volume kecil juga bisa kan?” Kini Mody malah menyalahkanku, aku
balas saja. “Oh! Tapi, sayangnya, kamu itu dari tadi gak bangun-bangun!
Padahal, aku sudah pakai berbagai macam cara, Mod.” Muka Mody menjadi merah
karena malu, kini Mody minta maaf dan bersiap-siap pergi ke tempat lomba itu
diadakan.
“Duh, gimana nih, Ly? Pesertanya banyak
banget. Suaranya juga kayaknya pada jernih. Kalau aku kalah gimana nih, Ly?”
Tak kusangka, rupanya Mody bisa ketakutan. “Gak apa kalau kamu kalah, yang
penting kamu nanti akan berusaha semampunya. Tapi, sekarang kamu jangan
negative thinking dulu dong, Mod.” Mody tersenyum. Aku merasa ada seseorang
yang menatap kami, rupanya aku benar. Ada seorang cewek yang menatap kami
dengan sinis, aku tatap sinis aja balik. Dia malah kesal tuh sekarang. Aku dan
Mody sekarang menuju ke belakang panggung untuk mendengar arahan dari panitia
acara ini. Semua peserta ada disana, kalau tidak salah, disana terdapat ratusan
peserta.
Selagi kami makan, ada seorang cewek yang
menghampiri kami, rupanya cewek itu lagi. Dia mengolok-olok Mody dengan
berkata, “Cih! Cewek kampung mau ikut lomba nyanyi yang hits kayak gini. Ngaca
dong! Atau jangan-jangan gak punya kaca ya? Aduuuh, kasihan banget deh,
gara-gara kampungan, kaca aja sampai gak beli. Dasar…..” “Dasar apa? Hah?
Jawab! Kalau mau mengolok-olok dia, hadapi aku dulu! Beraninya sama yang lemah!
Hhh! Oh iya, yang kampungan bukannya kamu ya? Gak kenal, tapi bisa berani
ngajak kita ngomong dengan bahasa kamu yang gak sopan itu! Harusnya, kamu tuh
yang ngaca!” aku memotong pembicaraan cewek itu. Mody melerai kami, “Sudah, Ly,
diamkan saja. Terserah dia mau ngomong apa, kita gak usah bikin rebut, Ly.”
Aduh, Mody kok malah gak marah sih? “Tapi, Mod….” “Mending kita pergi, Ly.” Dia
memotong kata-kataku dan menarik aku pergi.
“KITA SAMBUT, CELLY!!!!” Terdengar host
sudah memanggil salah Satu peserta. Oh GOD, rupanya yang namanya Celly
itu, cewek tadi! Argh! Gak banget, deh! Sekarang, dia malah lagi menghadap
kearah kita. “Aku takut kamu pergi, kamu hilang, kamu sakit”
astaga, suaranya sumbang banget, malah tadi dia berani banget ngejek Mody! bodo
lah, pasti Mody lebih bisa dari dia. Sekarang giliran Mody. “Mody!!! Ayo Mody!
Kamu pasti bisa!” Ups! Aku teriak seenaknya nih. “S’lamat datang cinta,
dihatiku, ku sambut hadirmu”
Asiiik, suaranya mantap banget. Aduh, yang lain KO deh.
“PENGUMUMAN
JUARA!! JUARA 3 DIRAIH OLEH, MODY!!!” Eeeh? Kok Mody juara tiga sih? Parah nih!
Mody melihat aku kesal, dia bilang, “Sudah, gak apa kok. Yang penting aku dapat
juara. Iya juga sih, tetap bangga, soalnya si Celly gak dapat hadiah. Hihihi.
Aku sama Mody malah jadi tertawa girang gini deh. Ini pasti gara-gara rasa
bahagia kita walaupun gak menang. Hasil jerih payah Mody dalam bidang tarik
suara. Aku mau, suatu hari nanti, aku mempunayi nasib sama seperti Mody, bisa
juara dalam satu perlombaan musik.
10
TAHUN KEMUDIAN
“Oh, gitu ya,
Mod. Mentang-mentang sudah dewasa, kamu gak kenal sama aku.” Kini sepuluh tahun
beralu, dan aku menemui sosok Mody di Bali, tapi sepertinya dia lupa. Begitu ia
melihat kearahku, baru deh dia sadar kalau aku ini teman lamanya, Lily. Dia malah
tertawa girang dan memelukku rindu pada sahabat kecilnya ini.