Senin, 25 Juni 2012

Tak Kusangka



Terdengar alunan musik di telingaku. Aku mencari dimana suara itu berasal. Alunan lagu itu bukan alunan alat musik, melainkan alunan nyanyian yang keluar dari mulut seseorang, tapi siapakah yang menyanyi? Aku rasa, di sekitar rumahku, tak ada yang mampu mengalunkan lagu sebagus itu. Aku rasa, lebih baik aku coba keluar rumah dan mencari darimana suara itu berasal.

Dengarkanlah kata hatiku, bahwa ku ingin untuk tetap disini…… Tak perlulah aku keliling dunia biarkan ku disini…..”

Alunan lagu itu semakin melekat dalam telingaku, entah siapa yang menyanyikannya. Setelah kutelusuri, aku mengetahui darimana suara itu berasal, tak kusangka, rupanya suara itu adalah suara tetanggaku yang sekaligus teman sekelasku, Mody. Namanya merupakan sebuah singkatan, Harmoni dan Melody. Tapi, tak kukira bahwa ia memiliki suara yang sangat bagus, padahal di sekolah ia termasuk anak yang pendiam dan tertutup. Bahkan, jika ia disuruh guru untuk membaca sebuah artikel, ia tidak mampu membacanya dengan jelas. Aku sebenarnya tak pernah mendengarnya bernyanyi, baru kali ini. Aku rasa, aku butuh belajar bernyanyi darinya.

Aku bingung, mengapa aku tidak dapat bernyanyi sebagus Mody. Padahal, nilaiku lebih tinggi darinya. Ah, mungkin karena bukan bakatku. Besok, aku akan coba bicara padanya.”  Kataku pada diriku sendiri di depan cermin.

*_______________*

“Mody, Tunggu!”
“ Pa… Pagi, Lily” sebenarnya namaku bukan Lily, tapi Citra Kally Nandiatha, tapi Lily nama panggilanku, dari 2 huruf belakang nama Kally-ku.

“kamu tidak perlu gugup, Mod. Aku gak galak kok. Gak bakal aku gigit juga kok. Hehehe”
“Ngomong-ngomong, ada apa ya, Lily?” Wah, gak kusangka, dia tersenyum.
“Kamu belajar nyanyi dari siapa?” Tanyaku padanya.
“…………” Dia tak menjawabku. “Mody, kamu kenapa? Kenapa Mod?”
“ Emm, ………. Aku… Aku tidak bisa nyanyi kok.”

Entah kenapa ia berbohong. Tapi, kalau aku maksa dia untuk jawab, nanti dia makin diam. Lebih baik aku masuk kelas.

“Mody, aku masuk kelas dulu ya, daah”
“I... Iya Lily.” Ia menjawabku dengan ramah

*_______________*

Sore ini, aku harus mendengar alunan lagunya lagi. Aku benar-benar bangga dengan bakatnya. Aku rasa, suaranya seperti membuatku terbang ke langit. Astaga, aku jayus. Hahaha... Tunggu, rasanya, kemarin jam segini alunannya sudah terdengar, tapi kenapa hening sekali disini? Hmm, daripada aku bosan menunggu alunan itu keluar, lebih baik aku ke supermarket, beli buah apel karena aku sedang ingin makan buah itu. Hehehe…

Sewaktu perjalanan pulang ku dri supermarket ke rumah, aku melihat seseorang mirip Mody. Tapi, kalau dipikiri-pikir itu memang benar Mody. Yeaay! Kesempatan emas. Bisa jalan bareng nih sama dia.

“Mody!”
“Ada apa Lily?”
“Mau gak kamu temani aku makan di rumah makan padang itu?”
“Baiklah”

Huh. Rumah makan ini panas banget! Aha! Mending Tanya Mody tentang kemarin, semoga ia mau jawab.

“Kemarin, aku dengar kamu nyanyi loh. Suara kamu bagus banget! Kamu belajar dari mana?”
“A… aku belajar dari ibuku. Dulu, ia seorang guru musik, tapi sekarang sudah pensiun.”
Hmm, kesempatan nih untuk belajar!
“aku boleh belajar gak sama kamu? Aku mau bisa nyanyi soalnya.”
“Bo… Boleh aja sih, tapi……”
“Tapi apa?” Kataku tak sabar.
“Tapi aku keras loh, Ly kalau ngajar. Hehehe”
Apa??? Cewek pendiam ini keras kalau ngajar? Hmm, gak percaya sih, tapi coba dulu deh.
“Gak apa kok Mod. Oh ya, kapan mulai belajarnya nih? Aku udah gak sabar.”
“Besok jam 4 sore yah! Datang tepat waktu! Telat satu detik…. Emm, kamu akan mendapat hukuman! Aku pulang dulu ya! Daah……”
Haaaaaah??? Serius??? Tadi itu Mody??? Kok galak amat sih? Waduh, gawat nih nanti. O ow!

*_______________*

“Jam 15:58! Sip! Gak telat. Tapi, harus cepet-cepet masuk ke rumahnya nih, kalau gak, tar aku malah dapat hukuman. Aduuuh, kayak bukan Mody.”

“5… 4... 3… 2…” Rupanya, cewek yang jago nyanyi ini menghitung kedatanganku.
“Sampai!” huuft… capek banget naik tangga dari bawah.
“oke, hamper telat 1 detik! Sekarang, buka jendelanya dan minum air itu!”
“ya ya ya… sudah haus aku gara-gara tangga rumah kamu yang tinggi banget” aku mengatakan semuanya dengan ngos-ngosan.
“Cukup! Waktu kamu habis! Sekarang, kita mulai belajar tentang teori musik!”
“Haah? Teori? Jadi, kita belajar teori? Bukan praktek?”
“mau langsung praktek?
“mau laah” aku langsung menjawab dengan tidak sabar
“oke, kalau gitu kamu berarti sudah ngerti musik. Kalau gitu, apa arti musik? Musik jazz itu seperti apa? Seriosa itu yang seperti apa? Dan…”
“stop!!! Oke oke. Aku belum ngerti musik. Tapi, emangnya gak bisa ya kalau langsung praktek, Mod?” Aku langsung memotong kata-kata Mody.
“enggak! Karena kamu belum mengerti musik!” ia berkata padaku sambil tersenyum licik. Aku gak nyangka, rupanya Mody bisa galak dan disiplin seperti itu. Apa aku akan kuat menjalani latihan dengannya?
“oke. Aku ikut mau kamu saja.”

Mody pun mulai menjelaskan segalanya tentang music yang ia ketahui. Banyak sekali yang dikatakan oleh Mody hingga 40 menit, dan ketika semua kata-katanya sudah selesai diucapkan, ia pun mengajakku latihan praktek. Ini yang kutunggu dari tadi.
“keluarkan suaramu, pegang perutmu,rasakan dan keluarkan suaramu itu dari mulut! Aaaaaaaaaa.”
“aaaaaaaa.”
“stop! Bukan begitu, tapi lebih bulat, aaaaaaaa”
“aaaaaaaaa.”
“ya begitu! Bagus! Lagu apa yang kamu suka? Coba kamu nyanyikan penggalan lagunya!”
“Lagu over the rainbow. Somewhere over the rainbow, way up high, there’s a land that I heard of once in a lullaby. Somewhere over the rainbow, skies are blue, and the dreams that you dream really do come true. Gimana? Bagus kan?” kataku sambil tertawa.
“maaf, sedikit fals.”
“ya, gak apa kok.” Aduuh, padahal dalam hatiku, aku kecewa, tapi mau gimana lagi. Huh!
“Lily, aku rasa cukup untuk hari ini, tubuhmu sudah penuh keringat, kita lanjutkan besok di jam yang sama. Tapi kalau kamu gak bisa datang tidak apa, karena besok hari minggu. Mungkin saja kamu ada acara keluarga.”
“besok aku pasti datang. Kalau gitu, aku pulang dulu. Daah Mod.”
“daah. Jangan telat ya!”
“Yaa. Sampai nanti!” aku menjawabnya dalam jarak jauh sambil berlari menuju rumah ku.

*_______________*

“aaaaaaaaaa” masih fals gak ya? Aduuh, Si Mody bener-bener deh, sesusah ini ya latihannya? Hufft…… Jam 17.30! mandi deh, badanku sudah penuh keringat, sehabis mandi, perutku akan kuisi dengan makanan yang banyak. Hahaha.
Persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Persahabatan bagai kepompong, hal yang tak mudah berubah jadi indah. Semua yang berlalu biarkan berlalu, seperti hangatnya mentari, siang berganti malam, sembunyikan sinarnya, hingga ia bersinar lagi.” Di kamar mandi pun, aku suka bernyanyi, walaupun aku tahu suaraku tak bagus. Tapi, kata Mody, kalau aku niat untuk berlatih agar memiliki suara yang bagus, dijamin bakat menyanyi akan keluar. Haa, sudah gak sabar punya suara bagus.

“Lily!!! Mandinya jangan lama-lama! Setelah mandi kamu langsung turun ya, kita makan bersama!”
“Iya ma!”
“Nanananannanananna” sampai-sampai, setelah habis mandi pun aku masih bersenandung.
“makan apa nih, Ma?”
“kamu kan bisa lihat sendiri di depan matamu itu!”
“Iya, iya. Ma, besok aku ke rumah Mody ya, Ma?”
“Besok?” mama bertanya seperti itu yang kesannya bahwa besok ada acara.
“Iya, Ma. Besok. Memangnya kenapa, Ma?”
“LIly, kamu lupa ya? besok itu Nenek ulang tahun, mana bisa kita tidak kesana.”
“Oh, iya. Aku lupa, besok kan nenek ulang tahun. Aduuh, gimana nih? Aah, nanti aku SMS dia aja deh. Maaf, Ma. Aku lupa. Nanti aku SMS Mody deh kalau begitu.”
“Ya, sudah, sekarang kamu selesaikan makan mu, lalu kamu langsung SMS, jangan sampai lupa!”
“Sip, Ma! Nih sudah selesai. Aku naik keatas dulu ya.”
“Lily, jangan lupa belajar! Jangan tidur malam-malam, Ly!”
“Ya, Ma!”

Mody, maaf. Besok aku gak bisa ke rumah kamu, aku lupa kalau nenekku ulang tahun, jadi aku harus ke rumah nenekku. Maaf ya.
Lily
Aku sudah SMS Mody, yaah tinggal tunggu jawaban sambil belajar. Ngomong-ngomong besok ada ulangan gak ya? Emm, …………. Gak ada! Sip!

 You have message!

SMS! Pasti dari Mody, oke aku lihat.

Ly, maaf yah waktu itu aku udah buat kamu malu.
Diana

Rupanya Diana. Minta maaf sih minta maaf tapi itu sudah telat. Menyebalkan. Ya sudahlah, aku balas saja. Lagipula, kenapa tidak Mody aja sih yang SMS?

Iya, Na. Gak apa-apa kok.
Lily

Duuh, mana sih SMS dari Mody? Lama banget sih! Tik tok, tik tok, tik tok. Detak jarum jam itu juga seperti sedang menghitung lamanya SMS itu datang.

You have message!

Iya, Ly. Gak apa kok. Tapi, hari selasa kamu latihan ya, tapi jam 3 sore. Oke? Hari senin aku gak bisa.

Nih dia yang ditunggu, SMS dari Mody! Oke, aku bales SMS-nya.

Ok, Mod! Gak sabar nih…… ^^

SMS udah, belajar udah, mandi udah, makan udah, napas selalu. Nah, yang belum hanya satu, tidur! Sudah malam sih, tidur dulu deh, besok kan mau ke rumah nenek.
“Good Night my pinky bear!” ucapku pada boneka kesayanganku

*_______________*

Kini, aku sudah pulang dari rumah nenek, dan sekarang aku berada di sekolah. Oh ya, kemarin aku menemukan formulir pendaftaran lomba menyanyi yang diadakan 2 hari lagi, tempatnya di Taman Sekar Indah. Aku akan memberikan ini untuk Mody, aku akan mengajaknya mengikuti lomba ini. Nah, itu dia Mody! “Mod! Aku punya ini nih buat kamu!” Mody melihat formulir itu dan membacanya. Setelah membaca, ia berkata, “Ly, kamu ingin aku ikut lomba ini ya?” Rupanya, Mody tahu yang aku pikirkan, aku pun mengangguk penuh harap. Mody tersenyum, lalu mengatakan bahwa ia akan ikut lomba itu. Tentu saja aku senang begitu mengetahui hal itu, aku langsung memeluk Mody dan tertawa sambil mengucapkan terimakasih padanya.

Keesokan harinya, aku pergi ke rumah Mody untuk memperhatikannya berlatih, aku tidak ikut latihan, sebab kali ini ia yang akan menyambut peristiwa penting. “Ly, aku grogi nih. Gimana kalau besok aku gak menang dan malah ditertawakan orang-orang disana?” tiba-tiba saja Mody berkata seperti itu, tidak ada yang bisa kukatakan selain, “Jangan grogi dong, kamu pasti bisa, Mod! Pasti deh! Berjuang! Aku dukung loh! Oh ya, aku gak latihan kan?” ketika Mody mendengar itu, ia langsung tersenyum kepadaku dan mengangguk. Aku jadi cengar-cengir deh. Tidak lama, aku pamit dari rumah Mody, dan pulang ke rumah. Di rumah, aku memikirkan yang akan terjadi besok, aku jadi gak sabar nih nunggu datangnya hari esok.
*_______________*


“Mod, Mody!” Kini aku berada di rumah Mody untuk menjemputnya, namun ia masih tertidur pulas. Yah, itu tandanya, aku harus membangunkan dia. Dan kini, aku tahu, bahwa Mody tuh susah banget bangun tidurnya. Nih dari tadi aku udah coba bangunin dia dengan manggil secara halus, guyur dia, mukulin panci, sampai segala cara yang di otak ku itu habis. Kalau kayak gini, namanya harus teriak, “MODYYYYYYY!!!!!” Gubrak!? Oke! Barusan Mody jatuh begitu mendengarku, dan ia langsung garuk-garuk kepala,  melihat kearah ku, dan akhirnya melotot sambil berkata, “Lily!! Kenapa sih?? Harus ya bangunin aku pakai teriak segala? Manggil dengan volume kecil juga bisa kan?” Kini Mody malah menyalahkanku, aku balas saja. “Oh! Tapi, sayangnya, kamu itu dari tadi gak bangun-bangun! Padahal, aku sudah pakai berbagai macam cara, Mod.” Muka Mody menjadi merah karena malu, kini Mody minta maaf dan bersiap-siap pergi ke tempat lomba itu diadakan.

“Duh, gimana nih, Ly? Pesertanya banyak banget. Suaranya juga kayaknya pada jernih. Kalau aku kalah gimana nih, Ly?” Tak kusangka, rupanya Mody bisa ketakutan. “Gak apa kalau kamu kalah, yang penting kamu nanti akan berusaha semampunya. Tapi, sekarang kamu jangan negative thinking dulu dong, Mod.” Mody tersenyum. Aku merasa ada seseorang yang menatap kami, rupanya aku benar. Ada seorang cewek yang menatap kami dengan sinis, aku tatap sinis aja balik. Dia malah kesal tuh sekarang. Aku dan Mody sekarang menuju ke belakang panggung untuk mendengar arahan dari panitia acara ini. Semua peserta ada disana, kalau tidak salah, disana terdapat ratusan peserta.

Selagi kami makan, ada seorang cewek yang menghampiri kami, rupanya cewek itu lagi. Dia mengolok-olok Mody dengan berkata, “Cih! Cewek kampung mau ikut lomba nyanyi yang hits kayak gini. Ngaca dong! Atau jangan-jangan gak punya kaca ya? Aduuuh, kasihan banget deh, gara-gara kampungan, kaca aja sampai gak beli. Dasar…..” “Dasar apa? Hah? Jawab! Kalau mau mengolok-olok dia, hadapi aku dulu! Beraninya sama yang lemah! Hhh! Oh iya, yang kampungan bukannya kamu ya? Gak kenal, tapi bisa berani ngajak kita ngomong dengan bahasa kamu yang gak sopan itu! Harusnya, kamu tuh yang ngaca!” aku memotong pembicaraan cewek itu. Mody melerai kami, “Sudah, Ly, diamkan saja. Terserah dia mau ngomong apa, kita gak usah bikin rebut, Ly.” Aduh, Mody kok malah gak marah sih? “Tapi, Mod….” “Mending kita pergi, Ly.” Dia memotong kata-kataku dan menarik aku pergi.

“KITA SAMBUT, CELLY!!!!” Terdengar host sudah memanggil salah Satu peserta. Oh GOD, rupanya yang namanya Celly itu, cewek tadi! Argh! Gak banget, deh! Sekarang, dia malah lagi menghadap kearah kita. “Aku  takut  kamu pergi,  kamu  hilang, kamu sakit” astaga, suaranya sumbang banget, malah tadi dia berani banget ngejek Mody! bodo lah, pasti Mody lebih bisa dari dia. Sekarang giliran Mody. “Mody!!! Ayo Mody! Kamu pasti bisa!” Ups! Aku teriak seenaknya nih. “S’lamat datang cinta, dihatiku, ku sambut hadirmu” Asiiik, suaranya mantap banget. Aduh, yang lain KO deh.

“PENGUMUMAN JUARA!! JUARA 3 DIRAIH OLEH, MODY!!!”  Eeeh? Kok Mody juara tiga sih? Parah nih! Mody melihat aku kesal, dia bilang, “Sudah, gak apa kok. Yang penting aku dapat juara. Iya juga sih, tetap bangga, soalnya si Celly gak dapat hadiah. Hihihi. Aku sama Mody malah jadi tertawa girang gini deh. Ini pasti gara-gara rasa bahagia kita walaupun gak menang. Hasil jerih payah Mody dalam bidang tarik suara. Aku mau, suatu hari nanti, aku mempunayi nasib sama seperti Mody, bisa juara dalam satu perlombaan musik.

10 TAHUN KEMUDIAN

“Oh, gitu ya, Mod. Mentang-mentang sudah dewasa, kamu gak kenal sama aku.” Kini sepuluh tahun beralu, dan aku menemui sosok Mody di Bali, tapi sepertinya dia lupa. Begitu ia melihat kearahku, baru deh dia sadar kalau aku ini teman lamanya, Lily. Dia malah tertawa girang dan memelukku rindu pada sahabat kecilnya ini.

Ayah Sayang Aku




“Dasar anak tidak tahu diri! Sudah tiga hari kamu pulang malam dan tidak ikut makan malam. Kemana sih kamu?” Lagi-lagi ayah memarahiku, padahal kemarin aku sudah minta izin pada ibu. Ibu sedang pergi, aku memberitahu ayah, bahwa aku sudah izin pada ibu, tapi ayah tidak percaya. Menyebalkan!

“Ayah jahaaaat!!!” aku berteriak di kamar sekeras-kerasnya, walaupun aku tahu ayah pasti mendengarnya. Aku tidak perduli seberapa besar saying ayah padaku, tapi yang pasti, aku tahu bahwa rasa saying ayah tidak lebih besar dari rasa bencinya terhadapku. Keesokan harinya, ayah tidak mau bicara denganku dan ibu, hari itu semuanya diam, hening, tidak terdengar suara, kita semua sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sorenya, aku pergi keluar rumah, menuju taman. Ditaman, aku hanya duduk pada ayunan, disana sangat sepi, aku merasa hanya aku seorang disana.

Dugaanku salah, ada makhluk lain selain aku, aku merasa makhluk itu makin dekat denganku. Tidak kusangka, itu adalah anjing hearder, anjing yang sangat kutakuti, karena aku refleks, aku berlari sehingga anjing itu mengejarku, akupun berlari tunggang-langgang. Aku terus berlari, sampai aku pergi ke suatu lorong yang merupakan jalan buntu. Aku sudah tidak tahu harus kemana, anjing itu semakin dekat. Akhirnyam aku pasrah, aku hanya bisa duduk termenung. Namun, tiba-tiba ada seseorang yang menghantam anjing itu, itu ayahku! Aku sudah tidak dapat berkata apa-apa, aku langsung memeluk ayah, dalam hati aku berkata, “ayah, maafkan aku.”